Selasa, 15 Maret 2016

makalah filsafat hukum islam dalam bidang muamalah



MAKALAH
FILSAFAT HUKUM ISLAM
DALAM BIDANG MUAMALAH
Disusun oleh:
Pinas Riadin
12020101016
Siti Nurhan Karim
Yunus
Fakultas Syariah AS-A Semester VI
Institut Agama Islam Negeri
KENDARI
2015

BAB I
                                                            PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam adalah agama yang sempurna dalam mengatur segala kehidupan manusia. Terbukti bahwa islam tidak hanya mengatur ibadah ritual vertikal hanya kepada Allah SWT, tetapi juga mengatur tentang ibadah horizontal yaitu hubungan antara manusia. Dalam istilah lain hablum minallah wa hablum minannas. Baik buruknya hablum minallah bergantung pada baik buruknya hablum minannas. Terbukti dari hadits Rasulullah SAW, “barang siapa yang tidak bisa berterima kasih kepada manusia, maka pasti dia tidak pandai bersyukur kepada Allah SWT”. Oleh karena itu, hablum minannas dalam praktik muamalah terhadap sesama manusia harus sejalan dengan tuntunan syara’.
Filsafat hukum Islam ialah filsafat yang diterapkan pada hukum Islam, ia merupakan filsafat khusus dan obyeknnya tertentu, yaitu hukum Islam, maka, filsafat hukum Islam adalah filsafat yang menganalisis hukum Islam secara metodis dan sistematis sehinga mendapat keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum secara ilmiah dengan filsafat sebagai alatnya. Dalam makalah ini kami akan membahas mengenai filsafat hukum islam dalam bidang Muamalah yang mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kami rumuskan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Apakah pengertian muamalah?
2.      Seperti apakah asas-asas transaksi dalam islam?
3.      Bagaimanakah penerapan transaksi ekonomi dalam islam?
4.      Dalam bentuk apasajakah kerja sama ekonomi dalam islam?
A.    PENGERTIAN MUAMALAH
Muamalah merupakan bagian dari hukum Islam yang mengatur hubungan antara seseorang dan orang lain. Contoh hukum Islam yang termasuk muamalah, seperti jual beli, sewa menyewa, serta usaha perbankan dan asuransi yang islami.
Secara etimologi, muamalah adalah bentuk masdar dari kata ‘amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengenal.
Secara terminologi, pengertian muamalah dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a.       Pengertian muamalah dalam arti luas
Ø  Peraturan-peraturan Allah SWT yang diikuti dan ditaati oleh mukallaf dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan bersama.
Ø  Aturan-aturan hukum Allah SWT yang ditunjukan untuk mengatur kehidupan manusia dalam urusan keduniaan dan sosial bermasyarakat.
b.      Pengertian muamalah dalam arti sempit
Ø  Akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat.
Ø  Aturan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup jasmani.
Muamalah adalah peraturan-peraturan allah swt yang wajib dipatuhi oleh setiap manusia untuk mengatur kehidupannya dalam urusan keduniaan dan sosial bermasyarakat dalam rangka memenuhi  kebutuhan jasmaninya untuk menjaga kepentingan bersama.
Dari pengertian muamalah tersebut ada yang berpendapat bahwa muamalah hanya menyangkut permasalahan hak dan harta yang muncul dari transaksi ekonomi antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dan badan hukum atau antara badan hukum yang satu dan badan hukum yang lain.

B.     Asas-asas Transaksi Ekonomi Dalam Islam
Ekonomi adalah sesuatu yang berkaitan dengan cita-cita dan usaha manusia untuk meraih kemakmuran, yaitu untuk mendapatkan kepuasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.
Transaksi ekonomi maksudnya perjanjian atau akad dalam bidang ekonomi, misalnya dalam jual beli, sewa-menyewa, kerjasama di bidang pertanian dan perdagangan. Contohnya transaksi jual beli. Dijelaskan bahwa dalam setiap transaksi ada beberapa prinsip dasar (asas-asas) yang diterapkan syara’, yaitu:
1.      Setiap transaksi pada dasarnya mengikat orang (pihak) yang melakukan transaksi, kecuali apabila transaksi itu menyimpang dari hukum syara’, misalnya memperdagangkan barang haram. (Lihat Q. S. Al-Ma’idah, 5: 1)
Artinya:Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu[388]. dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.
2.      Syarat-syarat transaksi dirancang dan dilaksanakan secara bebas tetapi penuh tanggung jawab, tidak menyimpang dari hukum syara’ dan adab sopan santun.
3.      Setiap transaksi dilakukan secara sukarela, tanpa ada paksaan dari pihak mana pun. (Lihat Q.S. An-Nisa’ 4: 29)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu..
4.      Islam mewajibkan agar setiap transaksi, dilandasi dengan niat yang baik dan ikhlas karena Allah SWT, sehingga terhindar dari segala bentuk penipuan, dst. Hadis Nabi SAW menyebutkan: ”Nabi Muhammad SAW melarang jual beli yang mengandung unsur penipuan.” (H.R. Muslim)
5.      Adat kebiasaan atau ’urf yang tidak menyimpang dari syara’, boleh digunakan untuk menentukan batasan atau kriteria-kriteria dalam transaksi. Misalnya, dalam akad sewa-menyewa rumah.

C.     Penerapan Transaksi Ekonomi Dalam Islam
1.      Jual Beli
a.       Pengertian dan Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang membayar/membeli barang yang dijual). Jual beli sebagai sarana tolong menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadis. Ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang jual beli antara lain Surah Al-Baqarah, 2: 198 dan 275 serta Surah An-Nisa’ 4: 29.
Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu Telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.
b.      Rukun dan Syarat Jual Beli
           Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
*      Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah:
1)      Berakal
2)      Balig
3)      Berhak menggunakan hartanya
*      Sigat atau ucapan ijab dan kabul
           Ulama fiqih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul (dari pihak pembeli).
*      Barang yang diperjualbelikan
Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan antara lain:
1)      Barang yang diperjualbelikan sesuatu yang halal
2)      Barang itu ada manfaatnya
3)      Barang itu ada di tempat, atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain
4)      Barang itu merupakan milik si penjual atau di bawah kekuasaannya
5)      Barang itu hendaklah diketahui oleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas.
*      Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sekarang ini berupa uang)
Syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual adalah:
1)      Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2)      Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli.
3)      Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah (nilai tukar barang yang dijual bukan berupa uang tetapi berupa barang) dan tidak boleh ditukar dengan barang haram.
c.       Khiyar
           Khiyar ialah hak memilih bagi si penjual dan si pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkan karena adanya sesuatu hal, misalnya ada cacat pada barang.
d.      Macam-macam jual beli
*      Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
*      Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran Islam).
Contoh:
1)      Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
2)      Jual beli air mani hewan ternak.
3)      Jual beli hewan yang masih berada dalam perut induknya (belum lahir).
4)      Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan.
5)      Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid).
           Karena sebab-sebab lain misalnya:
a)  Merugikan si penjual, si pembeli, dan orang lain.
b) Mempersulit peredaran barang.
c)  Merugikan kepentingan umum.
           Contoh:
Ø  Mencegat para pedagang yang akan menjual barang-barangnya ke kota, dan membeli barang-barang mereka dengan harga yang sangat murah, kemudian menjualnya di kota dengan harga yang tinggi.
Ø  Jual beli dengan maksud untuk ditimbun terutama terhadap barang vital.
Ø  Menjual barang yang akan digunakan oleh pembelinya untuk berbuat maksiat.
Ø  Menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk memengaruhi orang lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut adalah teman si penjual (najsyi).
Ø  Monopoli yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan melampaui harga pasaran.
2.  Simpan Pinjam
Rukun dan syarat utang piutang atau pinjam meminjam, menurut hukum Islam adalah:
a.       Yang berpiutang (yang meminjami) dan yang berutang (peminjam), syaratnya sudah balig dan berakal sehat.
b.      Barang (uang) yang diutangkan atau dipinjmkan adalah milik sah dari yang meminjamkan.
3.      IJARAH
a.       Pengertian
Berasal dari bahasa Arab yang artinya upah atau imbalan. Definisi ijarah menurut ulama mazhab Syafi’i adalah transaksi  tertentu terhadap suatu manfaat yang dituju, bersifat mubah dan bisa dimanfaatkan dengan imbalan tertentu.
b.      Dasar Hukum Ijarah
Al-Qur’an yang dijadikan dasar hukum ijarah ialah Q.S. Az-Zukhruf, 43: 32, dan Q.S Al-Qasas, 28: 26.
c.       Macam-macam ijarah
*      Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa.
*      Ijarah yang bersifat pekerjaan ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan. Ex: tukang jahit,dsb.
d.      Rukun dan Syarat Ijarah
1)      Kedua orang yang bertransaksi (akad) sudah balig dan berakal sehat.
2)      Kedua belah pihak tsb bertransaksi dengan kerelaan (Q.S. An-Nisa’,4: 29).
3)      Barang yang akan disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
4)      Objek ijarah bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak  bercacat.
5)      Objek ijarah merupakan sesuatu yang dihalalkan syara’.
6)      Hal yang disewakan tidak termasuk suatu kewajiban bagi penyewa.
7)      Objek ijarah adalah sesuatu yang biasa disewakan.
8)      Upah/sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai harta.
Ø  Sifat Akad/Transaksi Ijarah
            Jumhur ulama berpendapat bahwa akad/transaksi ijarah bersifat mengikat, kecuali ada cacat, atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan.

Ø  Tanggung Jawab Orang yang Diupah/Digaji
            Ulama fikih sepakat bila objek yang dikerjakan rusak di tangan pekerja bukan karena kelalaiannya dan tidak ada unsur kesengajaan, maka pekerja tidak dapat dituntut ganti rugi.
            Penjual jasa bila melakukan suatu kesalahan sehingga benda orang yang sedang diperbaikinya mengalami kerusakan bukan karena kelalaian maka menurut Imam Abu Hanifah, Zufar bin Hudailbin Qais al-Kufi (wafat 158 H/775 M), ulama Mazhab Hambali dan Syafi’i tidak dapat dituntut ganti rugi.
Ø  Berakhirnya Akad
Ijarah Akan berakhir apabila:
1)      Objek ijarah hilang/musnah.
2)      Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad/transaksi ijarah.
Ø  Rukun ijarah ada 4, yaitu:
1)      Orang yang berakad
2)      Sewa/imbalan
3)      Manfaat
4)      Sigat/ijab kabul

D.    Kerja Sama Ekonomi dalam Islam
1.      Syirkah
            Syirkah berarti perseroan/persekutuan, yaitu persekutuan antara 2 orang/lebih yang bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan/hasilnya untuk mereka bersama. Dasar hukum syirkah terdapat dalam Qs An-Nisa: 12
Yang artinya :
“Maka mereka bersama sama dalam bagian sepertiga itu” .
Bukan hanya saja dalam al-Qur’an kita dapati dalil tentang syirkah ini. Di dalam hadits juga ada terdapat masalah syirkah sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Hurairah r.a yang artinya :
“Aku ini orang ketiga dari dua orang yang berserikat,selama mereka tidak menghianati sesama temannya. Apabila seseorang telah berhianat terhadap temannya aku keluar dari kedua mereka”
Syirkah dapat dibagi menjadi 2:
a.       Syarikat harta (syarikat ’inan)
yaitu akad dari 2 orang/lebih untuk bersyarikat/berkongsi pada harta yang ditentukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Ketentuan yang harus dipenuhi adalah:
1)      Sigat/lafal akad (ucapan perjanjian)
Dalam sistem perekonomian modern lafal itu digantikan dalam akte notaris.
2)      Anggota-anggota syariat
Ø  Balig
Ø  berakal sehat
Ø  merdeka dan,
Ø  dengan kehendaknya sendiri.
3)      Pokok atau modal dan pekerjaan
Dalam kehidupan modern bentuk syarikat harta dapat dikemukakan sbb:
Ø  Firma : persekutuan antara 2 orang/ lebih untuk mendirikan dan menjalankan suatu perusahaan yang didirikan dan dimodali oleh 2 orang/lebih, yang bertanggung jawab bersama terhadap perusahaan.
Ø  CV (Commanditaire Venootschaf) : merupakan perluasan dari firma
Ø   PT (Perseroan Terbatas) : suatu bentuk perusahaan yang modalnya terdiri dari saham-saham.
b.      Syarikat kerja
Syarikat kerja adalah gabungan 2 orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis pekerjaan dengan ketentuan hasil kerja dibagi ke seluruh anggota sesuai perjanjian.
Manfaat:
a.       Menjalin hubungan persaudaraan.
b.      Memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh anggota syarikat.
c.        Menyelesaikan dengan baik pekerjaan besar yang tidak dapat dikerjakan sendiri.
d.      Melahirkan kemajuan iptek, ekonomi dan kebudayaan serta hankam.

2.      Mudarabah
Mudarabah Atau qirad adalah pemberian modal dari pemilik modal kepada seseorang yang akan memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung-rugi ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada waktu akad.
Ketentuan:
a.       Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang menjalankan modal), sudah balig, akal sehat, dan jujur.
b.      Uang/ barang yang dijadikan modal hendaknya diketahuijumlahnya.
c.       Jenis usaha dan tempat sebaiknya disepakati bersama.
d.      Besarnya keuntungan bagi muqrid dan muqtarid, hendaknya sesuai dengan kesepakatan pada akad.
e.       Muqtarid hendaknya bersikap jujur dan tidak menggunakan modal tanpa izin muqrid.
Hikmah:
Ø  Mewujudkan persaudaraan dan persatuan.
Ø  Mengurangi/menghilangkan pengangguran.
Ø  Memberikan pertolongan pada fakir miskin untuk dapat hidup mandiri.

3.      Muzara’ah, Mukharabah, dan Musaqah
a)      Muzara’ah dan Mukharabah
muzara’ah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzara’ah bibitnya dari petani.
ketentuan:
Ø  Pemilik dan penggarap balig, berakal sehat, dan jujur.
Ø  Digarap dengan sungguh-sungguh
Ø  Besarnya bagian  untuk pemilik dan penggarap ditentukan berdasar musyawarah.
Ø  Pemilik dan penggarap menaati ketentuan-ketentuan yang telah mereka sepakati.
b)      Musaqah
Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.
Manfaat:
Ø  Mewujudkan persaudaraan dan tolong menolong.
Ø  Mengurangi dan menghilangkan pengangguran.
Ø  Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah pertanian.
Ø  Usaha pencegahan terhadap lahan kritis.
Adapun persamaan dan perbedaan antara musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah yaitu, persamaannya adalah ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian), sedangkan perbedaannya adalah di dalam musaqah, tanaman sudah ada, tetapi memerlukan tenaga kerja yang memeliharanya. Di dalam muzara’ah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari petani (orang yang menggarap). Sedangakan di dalam mukhabarah, tanaman di tanah belum ada, tanahnya masih harus digarap dulu oleh pengggarapnya, namun benihnya dari pemilik tanah.
4.      Sistem Perbankan yang Islami
Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.

5.      Sistem Asuransi yang Islami
 Asuransi adalah akad antara penanggung dan yang mempertanggungkan sesuatu. (Q.S. Al-Ma’idah, 5: 2)
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Pengertian muamalah
Muamalah adalah peraturan-peraturan allah swt yang wajib dipatuhi oleh setiap manusia untuk mengatur kehidupannya dalam urusan keduniaan dan sosial bermasyarakat dalam rangka memenuhi  kebutuhan jasmaninya untuk menjaga kepentingan bersama.
2.      Prinsip-prinsip muamalah
1)      Pada dasarnya segala bentuk muamalah hukumnya mubah/boleh, kecuali yang ditentukan lain oleh Al- Qur’an dan atau Al- Hadits.
2)      Dilakukan atas dasar suka rela (‘an taradlin minkum), tanpa ada unsur paksaan.
3)      Dilakukan dengan pertimbangan mendatangkan maslahat/manfaat dan menghidari madarat.
4)      Dilakukan dengan mempertimbangkan nilai keadilan, menghindari eksploitasi, pengambilan kesempatan dalam kesempitan.

3.       Ruang Liangkup muamalah meliputi

1)      Jual beli
2)      Ijarah
3)      Syirkah
4)      Mudharabah
5)      Muzara’ah, Mukharabah, dan Musaqah
6)      Sistem Perbankan yang Islami
7)      Sistem Asuransi yang Islami

DAFTAR PUSTAKA
Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: GAYA MEDIA PRATAMA, 2007.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008.



Design by Nur Arifin Visit Original Post Cinta Islam